Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyadari bahwa upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perpustakaan dan pembudayaan kegemaran membaca masih berupa jalan mendaki. Persoalan membaca menurut salah seorang akademisi sudah merupakan problem manusia sejak dulu. Selama itu pula program untuk mengajak masyarakat membaca tidak akan pernah habis.
Banyak cara dilakukan Perpusnas dalam upayanya tersebut, mulai dari publikasi, promosi, sosialisasi, pagelaran roadshow perpusnas di kota-kota besar hingga penganugerahan Nugra Jasadarma Pustaloka kepada para tokoh dan pejuang perpustakaan.

Menurut Ketua Penyelenggara Ofy Sofiana, Pontianak, menjadi kota selanjutnya yang dikunjungi Perpusnas dalam rangka mensoalisasikan peran dan fungsi perpustakaan, Selasa, (4/12). Kegiatan yang berlangsung di Grand Ballroom Hotel Grand Mahkota menghadirkan pembicara Kepala Perpustakaan Nasional Sri Sularsih, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar Nicodemus R. Toun, Kepala Badan Perpustakaan (BPAD) Provinsi Kalbar Marselinus Kutjai Apin, dan Dosen Komunikasi Universitas Tanjungpura Netty Herawati dengan moderator Mulyanto Maharani, penyiar RRI Pontianak. Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh sedikitnya 150 utusan Kepala Dinas Pendidikan, KPAD kabupaten/kota, Kepala Sekolah, dan perwakilan Taman Baca se-provinsi Kalbar.

Ofy Sofiana mengatakan tujuan diselenggarakan sosialisasi peran dan fungsi perpustakaan untuk menyatukan visi dan misi dalam tindaklanjut gerakan nasional Indonesia membaca yang dicanangkan Wakil Presiden Boediono pada 27 Oktober 2011 lalu, dan juga sebagai sarana publikasi dalam pengembangan perpustakaan di seluruh tanah air.

Sementara Kepala Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kalbar Kutjai Apin mengungkapkan di tengah kuatnya arus modernisasi, pembudayaan kegemaran membaca kerap kali menemui batu sandungan. Perpustakaan sebagai salah satu elemen penting dalam kesuksesan pembudayaan kegemaran membaca masih dipandang sebelah mata. Akibatnya, tingkat literasi masyarakat masih dibawah standar. “Minat baca masyarakat masih rendah. Belum tumbuh dengan baik sebagai kebutuhan informasi,” ungkap Kutjai Apin. Ia mengharapkan peran keluarga sebagai objek pendidikan membaca sejak dini. Gubernur Kalbar sejak 28 Oktober 2010 telah mencanangkan program ‘Kalimantan Barat Membaca’ yang diikuti oleh seluruh Bupati dan Walikota.

Di akui, masyarakat Indonesia belum memiliki minat baca yang baik. Temuan data dari Badan Pusat Statistik di tahun 2009 menunjukkan indikasi minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah. Buku, belum menjadi sumber utama untuk mendapatkan informasi. Rendahnya budaya membaca juga dirasakan para pelajar dan mahasiswa. Perpustakaan—baik di sekolah maupun di kampus—jarang dimanfaatkan secara optimal oleh siswa dan mahasiswa. Pun demikian yang terjadi pada perpustakaan-perpustakaan di daerah yang minim pengunjung.

Perpustakaan, sebagai wahana transformasi ilmu dianggap kurang memotivasi masyarakat untuk mau membaca. Lingkungan masyarakat yang acuh turut memperparah kondisi minimnya antusias masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan. DPRD Provinsi Kalbar menyatakan siap mendukung segala program untuk memajukan perpustakaan. “Kami siap!”, imbuh Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar Nicodemus. Namun, ia meminta agar ketersediaan koleksi juga diperhatikan. Jangan itu-itu saja.

Perpustakaan yang mampu memodernisasi dirinya adalah tuntutan kekinian yang mesti diperbuat demi memenuhi ekspektasi masyarakat agar keterpurukan tidak terus berlanjut. Salah satu caranya, yaitu dengan mengembangkan layanan perpustakaan digital (E-Lib), selain tetap mempertahankan tradisi layanan konvensional yang selama ini dikenal. Proyek pengembangan E-Lib telah menyasar di 31 provinsi.
Mewujudkan masyarakat cerdas adalah bagian dari target menuju Indonesia sejahtera yang bisa dicapai lewat jalur pendidikan—formal maupun non formal. Di dalam masyarakat yang cerdas tentunya memiliki masyarakat yang berbudaya membaca. “Masyarakat yang terbiasa membaca merupakan garansi bagi proses kreatifitas, inovasi dan kemandirian,” ujar Kepala Perpusnas Sri Sularsih.

Menciptakan masyarakat pembaca memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. Keberadaan mobil perpustakaan keliling, kapal perpustakaan, mobil perpustakaan elektronik keliling (pusteling), serta pendirian perpustakaan di berbagai sektor kehidupan, masyarakat pesisir, daerah perbatasan hingga pulau-pulau terluar diharapkan turut memicu tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk membaca. “Kalau tidak mampu membeli bahan bacaan, kita yang akan sediakan,” tegas Sri Sularsih. Perpustakaan menjadi urusan wajib yang mesti dilaksanakan pemerintah (pusat/daerah) sesuai mandat Undang-Undang.

Khusus di level pendidikan, pengembangan perpustakaan beserta koleksi harus terus dilakukan agar merangsang siswa datang ke perpustakaan. Sekolah wajib menyisihkan 5% dari anggaran operasional untuk pengembangannya. Parameter kualitas bangsa dilihat dari kondisi pendidikannya dan tidak lepas dari pentingnya membaca. Ilmu-ilmu yang ada dalam referensi sebuah buku, hanya bisa diperoleh dari membaca.

Pendapat senada diutarakan Guru Besar Fikom Universitas Tanjung Pura Netty Herawati. Ia mencontohkan negara Jepang, dimana masyarakat disana memiliki etos membaca tinggi. Di setiap kesempatan luang, mereka aktifkan dengan membaca. Aktivitas tersebut mereka lakukan tanpa sungkan. Lewat buku, kita mengetahui segala hal yang belum diketahui. Buku, merupakan alat (tools) bagi manusia berpikir dan bertindak kreatif. Jadikan perpustakaan sebagai sumber ilmu pengetahuan, bukan gudang buku.****


Sumber: Hartoyo Darmawan, Perpustakaan Nasional RI

0 komentar:

Posting Komentar

 
Blog Percobaan Perpustakaan © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top