Pada saat ini minat baca tidak lagi menjadi persoalan pribadi tetapi telah menjadi persoalan budaya, kultur masyarakat. Masyarakat sekarang telah terbentuk dengan pola mendengar dan melihat saja. Fakta di lapangan bahwa banyak tayangan audio visual sangat diminati masyarakat. Sinetron atau film misalnya. Tanpa membacapun, penonton bisa memahami lakon tersebut walau menggunakan dialog berbahasa asing( tanpa teks terjemahan). Tayangan audio visual lebih dominan diminati dan dipilih masyarakat.

Akar permasalahannya, ada indikasi dalam masyarakat kini, baik dari kalangan bawah sampai kalangan masyarakat atas bersifat praktis , ekonomis, dan konsumtif.

Praktis, artinya mudah dijalani, tidak ribet bertele-tele. Ekonomis,dapat diartikan melakukan beberapa kegiatan dalam waktu yang bersamaan sehingga hemat waktu. Konsumtif, maksudnya masyarakat lebih nyaman menjadi penikmat daripada menjadi pelaku.

Di sisi lain, aktivitas baca ( buku atau teks tulis) tidak mencermikan ketiga karakter tersebut. Aktivitas baca memerlukan alat peraga berupa buku atau teks tulis lain sehingga ada objek yang dibaca di depan mata. Tentu tidak bisa dilakukan sambil tutup mata .ataupun sambil lalu mengerjakan kegiatan lain. Hal ini menjadi ribet dan memerlukan persiapan matang. Pada membaca ada tindakan sadar aktif mencurahkan perhatian pada objek baca sehingga pembaca adalah pelaku baca dan tidak sekadar menikmati bacaan.

Dengan latar belakang itu, perlu inovasi untuk meningkatkan minat baca masyarakat oleh pihak-pihak terkait. Inovasi itu ( melakukan perubahan untuk tujuan yang lebih baik) haruslah mencerminkan karakter yang disukai masyarakat tanpa mengabaikan nilai edukasi. Usaha-usaha nyata itu haruslah bersistem dan berkesinambungan. Oleh karena itu peran pemerintah sebagai pemegang kebijaksanaan sangatlah penting . Peran pendidik ( guru) dalam pendidikan formal ataupun tutor pada sektor informal juga tidak kalah pentingnya.

Guru sebagai ujung tombak pendidikan semestinya sudah melakukan inovasi-inovasi pembelajaran pada peserta didik. Sehingga model-model pembelajaran pada siswa tidak lagi monoton dan menjenuhkan tapi sudah bervariasi dan menyenangkan. Guru bisa memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang untuk meningkatkan minat baca siswa. Media yang menarik perhatian seperti Koran, Majalah, Surat, Komik,Televisi, DVD, Video Clip, Internet, SMS , bahkan ebook sangat mungkin dimanfatkan . Gelagat inovasi ini telah disadari oleh guru, namun terbentur sistem sehingga aplikasi kepada peserta didik tidak semudah yang direncanakan.

Adapun tutor, haruslah memiliki wawasan luas sebagai pendidik dalam sektor informal , paket A misalnya. Wawasan tutor tentang masyarakat peserta didik sangat diperlukan untuk mengenal karakter mereka sehingga bisa dengan mudah berinovasi dalam pembelajaran baca tulis peserta didik. Pendekatan kepada peserta didik paket A pada masyarakat nelayan tentu berbeda dengan masyarakat agraris. Tersedianya taman – taman bacaan di masyarakat harusnya juga diusahakan para tutor sebagai sarana pustaka masyarakat.

Sementara itu, Pemerintah –dengan KTSPnya(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), sebenarnya telah melakukan pembaharuan ( inovasi) . Ketentuan KTSP ,kegiatan pembelajaran bisa dikembangkan di daerah masing-masing sesuai dengan situasi belajar individu setempat. Namun tetap saja standarnya ditentukan secara terpusat dan diuji secara nasional. Hal ini pada akhirnya menjadi sesuatu yang paradoks . Para guru terjebak di lingkaran dilematis. Antara mementingkan perkembangan belajar individu ( termasuk baca tulis) yang relatif banyak membutuhkan waktu atau berpihak kepada kepentingan standardisasi nasional.

Semoga berbagai pihak mampu mengevaluasi diri sehingga minat baca masyarakat terlebih siswa akan semakin meningkat sejalan dengan globalisasi ilmu dan teknologi.

Muh Sutrisno

Sumber: Kompasiana 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Blog Percobaan Perpustakaan © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top